span.fullpost {display:none;}

Wednesday, April 25, 2007

LIHAT WEB JSPDL-RIAU

PARA PENGUNJUNG YANG SAYA HORMATI.
TERIMA KASIH ATAS BERKAT DAN DOANYA, KAMI SAMPAIKAN BAHWA JSPDL RIAU TELAH
MEMILIKI WEB YAITU http://www.jspdlriau.info

SILAKAN TEMAN-TEMAN UNTUK
MELIHATNYA

KAMI HARAPKAN KRITIK DAN PESAN DARI TEMAN-TEMAN
TERIMA KASH
admin@jspdlriau.info

Baca Selengkapnya...

Saturday, April 14, 2007

Pemberdayaan Perempuan


oleh
muhammad ansor


Kebijakan berbasis pengarus-utamaan (mainstreaming) gender pada era pasca reformasi tampak lebih mendapat perhatian lebih dibanding dengan masa-masa sebelumnya. Pemerintah daerah propinsi Riau direncanakan akan mengalokasi anggaran pendanaan yang relatif lebih besar dari masa sebelumnya guna menyukseskan program berbasis pengarus-utamaan gender.
Persoalan perempuan di Riau antara lain terlihat dari masih tertatih-tatihnya perjuangan menuju kemandirian perempuan dan keterlibatan perempuan dalam keputusan-keputusan publik sangat dipengaruhi oleh kemandirian ekonomi. Hal ini dikarenakan posisi perempuan terutama di daerah pedesaan, masih belum otonom (mandiri) di hadapan suami atau laki-laki. Dengan kata lain, disaksikan pola ketergantungan perempuan terhadap kelangsungan hidup mereka pada laki-laki, yang akhirnya berimplikasi pada ketundukan yang merugikan dirinya.

Minimal terdapat dua cara pandang yang berbeda mengenai status ekonomi perempuan yang rendah. Pertama, rendahnya tingkat ekonomi perempuan dianggap sebagai penyebab status ekonomi perempuan di pedesaan rendah. Asumsinya: apabila perempuan-perempuan miskin ini mempunyai kesempatan untuk melakukan kerja yang produktif, penghasilan tersebut akan dapat menarik mereka keluar dari kemiskinan.
Kedua, menganggap status ekonomi perempuan yang rendah dianggap sebagai tidak masuk perempuan penuh sebagai "sumber daya manusia" dalam ekonomi. Penyebabnya adalah rendahnya pendidikan, manajemen waktu yang tidak mencukupi, dan kegiatan produktif dianggap tidak produktif yang efesien. Kegiatan subsistensi yang dianggap tidak produktif harus dihilangkan atau dimodernisir agar perempuan beroleh imbalan uang.
Selain itu, terdapat dua perspektif ketika melihat penyebab rendahnya status ekonomi perempuan pedesaan. Pertama, rendahnya tingkat ekonomi perempuan jangan dilihat sebagai perncerminan keterbelakangan, tetapi sebagai pencerminan subordinasi. Penyebaran sumber daya kerja dan pendapatan yang tidak berimbang di antara dua orang gender lebih dapat menerangkan rendahnya status ekonomi perempuan dalam ekonomi.
Kedua, pendayagunaan sumber daya yang tidak cukup dipakai oleh peempuan dalam rangka meningkatkan sumber daya dirinya. Hal ini disebabkan perempuan di pedesaan menghadapi ketertutupan akses sehingga mereka sulit untuk tampil di ruang publik.
Berbagai halangan baik secara kultural, stuktural maupun kombinasi keduanya, hanya dapat dihilangkan jika perempuan secara penuh mempunyai otonomi terhadap dirinya. Hal ini akan tercapai jika perempuan memiliki kemandirian dalam pemenuhan tuntutan ekonomi mereka dan keluarga masing-masing.
Agenda otonomisasi ekonomi perempuan menjadi signifikan lantaran pada dataran kultural disaksikan adanya konstruksi sosial di sekitar kita masih menempatkan perempuan pada posisi sub-ordinat, sementara laki-laki pada posisi super-ordinat. Laki-laki memiliki otoritas yang melebihi perempuan dan memiliki argumentasi berbasis kultural untuk selalu menempatkan perempuan pada posisi sub-ordinat dan mengalah. Kondisi ini membawa sangat sedikitnya peranan sosial perempuan yang dilembagakan. Kontribusi perempuan untuk menciptakan hubungan-hubungan ekstra-domestik dan memperoleh keuntungan darinya jarang diakui secara eksplisit.
Melihat realitas demikian, maka usaha agar perempuan di pedesaan untuk bekerja dan memiliki posisi ekonomi hendaknya menjadi faktor menentukan dalam meredefinisi hubungan mereka dengan laki-laki. Untuk itu kajian berikut akan memetakan akar persoalan yang melatari rendahnya posisi ekonomi perempuan di pedesaan Riau, sehingga pada gilirannya dapat dirumuskan kebijakan-kebijakan strategis yang sensitif terhadap kepentingan pemberdayaan ekonomi perempuan.

Labels:

Baca Selengkapnya...

Thursday, April 12, 2007

KEBERPIHAKAN APBD UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT



oleh

muhammad


Salah satu dari agenda reformasi adalah pelaksanaan perwujudan demokratisasi dan otonomi daerah, yang diharapkan mampu memberi kesegaran dan pencerahan bagi penataan pemerintahan yang baik. Pemerintahan yang baik merupakan terjemahan dari konsep good governance. Dalam konsep good governance dipapar tujuan, hak dan tanggung jawab yang harus diemban oleh Aparatur Pemerintahan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, kalangan pengusaha (bussines) dan masyarakat untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik bagi sebesar-besar kesejahteraan kehidupan bersama.

Pelaksananan good governance secara tidak langsung dapat diterjemahkan dalam Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD). APBD yang baik adalah APBD yang mampu menjawab dan memecahkan persoalan yang saat ini terjadi di masyarakat baik dari segi pemerintahan, ekonomi, sosial budya, maupun arah pembangunan ke depan. Saat ini menurut fraksi kami yang harus diadopsi dalam APBD adalah mampu memecahkan beberapa persoalan yaitu :

1. Mampu menerapkan konsep-konsep good governance dalam pemerintahan.
2. Mampu mengidentifikasi dan menangani masalah-masalah ekonomi dan sosial.
3. Mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan
4. Mampu meningkatkan derajad kesehatan masyarakat
5. Mampu meningkatkan dan mendorong peran usaha kecil dan menengah serta koperasi
6. Mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif
7. Mampu menentukan program pembangunan strategis.

1) Penerapan konsep good governance menjadi isu utama yang harus diterjemahkan dalam APBD, hal ini dilandasi dengan kesadaran akan pentingnya tata pemerintahan yang baik demi terwujudnya pelaksanaan pembangunan yang terarah dan tetap sasaran. Pemerintahan yang baik selain dilakukan melalui perubahan sistem seperti menerapkan sistem tranparansi, akuntabel, partisipatif masyarakat, keberpihakan kepada masyarakat, efektif dan efesien, serta bertanggung jawab, juga dapat dilakukan melalui program peningkatan kesejahteraan pegawai, peningkatan kinerja dan komitmen pegawai, peningkatan keahlian pegawai serta peningkatan kualitas pelayanan publik secara menyeluruh. Untuk itu secara terencana dan bertahap Pemerintah Kabupaten harus mengambil langkah penting untuk menata dan meningkatan kinerja elemen good governance secara optimal.

2) Peningkat pertumbuhan ekonomi masyarakat menjadi isu kedua setelah penerapan good governance. Sebagian masyarakat saat ini merupakan masyarakat pertanian dan perkebunan, serta masyarakat nelayan. APBD harus mampu memberikan kontribusi positif bagi peningkatan pertumbuhan perekonomian masyarakat. Penanganan terhadap masyarakat pertanian dan perkebunan dengan masyarakat nelayan memiliki perbedaan dikarenakan situasi dan kondisi yang berbeda sehingga program yang dilaksanakan juga harus berbeda.

Masyarakat pertanian dan perkebunan memerlukan program yang terkait erat dengan pertanian dan perkebungan antara lain : sertifikasi pertanahan, distribusi pupuk subsidi, kondisi pasar yang layak dan terjangkau. Sedangkan masyarakat nelayan memerlukan program antara lain : peralatan nelayan, bahan bakar minyak Subdisi, perizinan kelautan, tempat pelelangan ikan (TPI), serta peningkatan keamanan.

3) Kualitas dan kuantitas pendidikan menjadi isu ketiga setelah pertumbuhan ekonomi. Pendidikan merupakan aset yang harus disalurkan kepada seluruh masyarakat. Peningkatan pendidikan melalui APBD dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan. Kondisi pendidikan saat ini masih pada tahap riskan, selain jauh dari informasi dan kelengkapan peralatan pendidikan seperti buku, dan alat perangga serta laboratorium. Selain itu peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan yang perlu diperhatikan lagi adalah tingkat kesejahteraan para guru.

4) Setelah tercukup kebutuhan pendidikan, kebutuhan lain yang diperlukan adalah tercukupinya aspek kesehatan. Kesehatan masyarakat merupakan hak azazi manusia, dalam APBD proyeksi peningkatan kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui memperbanyak dan meningkatkan kualitas puskesmas sebagai basis kesehatan masyarakat, pemberian kesehatan gratis kepada maysarakat miskin, dan membangun sistem pencegahan terhadap penyebaran suatu virus berbahaya bagi kesehatan masyarakat.

5) Peningkatan kerjasama dan kebersamaan pemerintah dengan masyarakat dalam bentuk partisipasi aktif masyarakat dalam bidang ekonomi adalah meningkatkan dan mendorong peran usaha kecil dan menengah dan koperasi, sebagai basis perekonomian masyarakat. Pemberdayaan usaha kecil dan menengah serta koperasi dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan dan manajemen koperasi, serta peningkatan jenis dan macam-macam usaha kecil dan menengah serta koperasi yang sesuai dengan kondisi daerah. Pergerakan usaha kecil dan menengah serta koperasi harus mendapat perhatian khusus karena saat ini usaha kecil dan menengah serta koperasi belum mendapatkan posisi yang tepat dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat.

6) Mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif, merupakan hal yang harus diciptakan melalui APDB antara lain membuka askes ke daerah-daerah pertanian, perkebunan dan kelautan seperti penambahan dan perbaikan jalan, peningkatan jaringan telekomunikasi dan informasi serta kelistrikan sebagai akses utama untuk sebuah industri. Pembukaan askes ke daerah-daerah terpencil bukan untuk kepentingan bisnis semata juga termasuk kepentingan masyarakat. Selain iklim usaha investor juga perlu dilakukan adalah menciptakan iklim usaha yang sehat dan bersaing antara sesama pengusaha lokal, dengan menerapkan sistem terbuka, yang bebas dari kolusi, korupsi dan nepoteisme.
7) Penentukan program pembangunan Strategis adalah hal yang urgen dilakukan, pembangunan secara yang terencana, sestematis dan tepat guna serta ketatnya pengawasan baik yang dilakukan oleh lembaga-lembaga independen maupun DPRD sendiri, merupakan kunci utama keberhasilan pembangunan strategis.

Labels:

Baca Selengkapnya...